SEASEA dan BANGGAI ditinjau dari perspektif budaya PELING sebagai Otentifikasi Budaya Daerah dalam membentuk jatidiri wilayah dan Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan.(Irwanto DJ)
Penulis pernah mengutip sebuah statement dari seorang YouTubers “Seasea adalah Banggai, Banggai adalah Seasea” Pernyataan ini tidak salah tetapi tidak juga sepenuhnya benar.
Dalam persepsi penulis Esensi BANGGAI dapat di Klasifikasi dalam 3 Bagian.
1. Banggai Sebagai Etnik
2. Banggai Sebagai Kerajaan
3. Banggai Sebagai Bagian dari Indonesia
Banggai sebagai Etnik merupakan Sebagai Entitas baru hasil persebaran dan asimilasi manusia Lobo/Seasea yang awal mulanya dari Togong tanga/Pulau Peling Bagian Barat
(G.Cruyt)
Banggai sebagai Kerajaan merupakan sebuah Nation dimasa lalu yang sangat luas bentukan Adicokro Panglima Ternate berbatasan dengan Wilayah Bungku dan wilayah Touna, Meliputi Pulau Peling hingga berbatasan dengan Maluku Utara. Secara Sosio-kultural Meliputi Seasea, Banggai, Loon, Loinang dan Andio.
Banggai Sebagai Indonesia dimulai pada tahun 1960 ketika Kerajaan Banggai menyatakan diri Bergabung ke NKRI dalam Posisi DATI 2 Banggai kemudian berubah nomenklatur menjadi Kab.Banggai dimekarkan menjadi Kab. BANGKEP Selanjutnya Kab. BALUT.
Ketika Banggai masih dalam kebulatan Dati 2 Banggai atau Kab. Banggai yang Berpusat di Luwuk generalisasi bukanlah sebuah masalah dan klasifikasi tidaklah terlalu penting dalam memframing keanekaragaman Budaya, Sejarah dan Hayati banyak kekayaan di Proyeksikan sebagai kekayaan bersama contoh : Keraton Banggai di Bolukan, Keraton Banggai di Luwuk, tradisi adat Burung Maleo Banggai, Burung Endemik Gagak Banggai, Situs Makam Imam Syahban di Banggai Tradisi adat Loinang di Banggai, Ubi Banggai di Banggai, Tradisi Adat Loon di Banggai kesemuanya Memiliki legal standing untuk disebut sebagai esensi Kekayaan wilayah Banggai.
Kepentingan atas poin-poin di atas kemudian berubah Pasca terbentuknya DOB BANGKEP selanjutnya DOB BALUT Semua Kekayaan Budaya, Sejarah, Situs, dan Hayati terpecah-pecah mengikuti teritori wilayah yang baru dan Apesnya Banggai Kepulauan berada pada posisi paling Minor disebabkan Legitimasi Kebanggaian kebanyakan diperoleh Kab. Banggai dan Kab. Banggai Laut. Sebut saja Keberadaan sejarah dan tradisi keraton Banggai di Luwuk dan Balut, Tradisi Maleo, Adat istiadat, Kesenian Banggai, Bahkan Ubi BAKU pun tidak terlepaskan dari Istilah Ubi Banggai.
Pada Standing Position Banggai, BANGKEP di Pulau Peling terframing sebagai delta atau pinggiran kebudayaan dan Peradaban. Peradaban Lobo Seasea yang hakikatnya Merupakan Mayor Budaya tinggal menjadi Minor dan mengarah pada krisis jatidiri.
Dalam Pengembangan PARIWISATA yang berkelanjutan Budaya adalah Support System yang dominan membentuk Keunikan atau endemiksitas daya tarik Pariwisata bahkan menurut para pakar daya tarik Pariwisata Budaya mencapai 50-70 % dari keseluruhan magnet Pariwisata. Sementara dalam Konsep Kebanggaian Para Wisatawan merasa telah sampai dan menemukan Esensinya Banggai tersebut ketika Sampai di Luwuk dan di Balut. Oleh sebab itu sangatlah penting bagi kita semua khususnya Lembaga Terkait Seperti DINAS KEBUDAYAAN, DINAS PARIWISATA, DINAS LINGKUNGAN HIDUP, DINAS KOMINFO Dalam Support Bupati dan DPRD untuk menggali,menemukan, dan memuliakan kembali nilai-nilai budaya,sejarah, Situs, dan Keanekaragaman hayati Peling Banggai Kepulauan dalam membentuk Jatidiri dan Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan.
Salam Budaya.
Penulis: Irwanto Diasa Pemerhati Budaya dan Pariwisata.