Salakan, BanggaiKep.go.id – Pj. Bupati Banggai Kepulauan diwakili Plh. Sekda Aryono Orab menghadiri sekaligus memberikan sambutan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan dalam acara Penyampaian Keterangan Bupati Atas 2 (Dua) Rancangan Peraturan Daerah Tahun 2024 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyesuaian Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas Trikora Salakan Menjadi Perseroan Daerah Trikora Salakan, Selasa (17/9/2024).
Kegiatan bertempat di Ruang Sidang Paripurna DPRD Bangkep dan di hadiri Ketua DPRD Sementara, Wakil Ketua DPRD Sementara, Anggota DPRD, Asisten Setda, Staf Ahli Bupati, Kepala OPD Lingkup Pemda serta undangan lainnya.
Pada kesempatan ini, disampaikan 2 (Dua) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan masing-masing Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyesuaian Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas Trikora Salakan Menjadi Perseroan Daerah Trikora Salakan.
Dalam mewakili Bupati, Plh. Sekda Aryono membahas terkait konteks pembahasan 2 (dua) raperda ini, “Perkenankan lah saya untuk memberikan sedikit gambaran umum tentang rancangan peraturan daerah yang di ajukan ini:
Rancangan Peraturan Daerah Tentang pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.”
Dirinya menyampaikan bahwa keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya di Daerah merupakan cermin keberagaman Bangsa Indonesia yang harus diakui dan dilindungi sesuai dengan amanat undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa pelaksanaan program pembangunan di daerah selama ini belum sepenuhnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara optimal terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya yang menyangkut hak atas budaya, tanah, wilayah, dan pengelolaan sumber daya alam yang diperoleh secara turun temurun menurut hukum adatnya.
Bahwa belum optimalnya pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di daerah, mengakibatkan munculnya konflik di masyarakat hukum adat serta dapat menghalangi masyarakat hukum adat untuk berdaulat, mandiri, dan bermartabat sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
Selama ini pelaksanaan program pembangunan cenderung memposisikan masyarakat hukum adat sebagai obyek pembangunan. Masyarakat hukum adat di kabupaten banggai kepulauan dengan nilai-nilai, kepemimpinan, tradisi, hukum adat dan kearifan lokalnya sering kali terabaikan. hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya yang menyangkut hak atas tanah adat, wilayah adat, adat istiadat, kebudayaan dan pengelolaan sumber daya alam yang diperoleh secara turun temurun menurut hukum adatnya masih belum diakui dan dilindungi secara optimal oleh Negara.
Kondisi belum optimalnya pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di kabupaten banggai kepulauan, mengakibatkan munculnya konflik klaim atas wilayah adat yang dimiliki masyarakat hukum adat secara turun temurun serta dapat menghalangi masyarakat hukum adat untuk berdaulat, mandiri dan bermartabat sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
Secara legal konstitusional pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat telah dinyatakan dalam batang tubuh pasal 18b ayat (2) amandemen ke-2 undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan republik indonesia yang diatur dalam undang-undang. pengakuan negara dalam pasal 18b ayat (2) tersebut juga di perkuat dalam pasal 28i ayat (3) yang menyatakan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia secara faktual sudah ada sejak jaman nenek moyang hingga saat ini.
Di Kabupaten Banggai Kepulauan, masyarakat hukum adat telah tinggal dan hidup berkembang sejak dahulu kala di lipu (kampung) di wilayah keadatan banggai kepulauan ada 20 komunitas masyarakat hukum adat yaitu : bulagi, lolantang, peling, sabang, bakalan, osan, lumbi-lumbia, seano, tatakalai, boniton, saleati, baka, mansamat, tinangkung, kambani, sampekonan, apal, popidolon, montomisan dan lalong.
“Untuk itu dengan adanya peraturan daerah dapat memberikan kepastian hukum secara personal maupun komunal bagi masyarakat Kabupaten Banggai Kepulauan terhadap pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Daerah,” ucap Aryono.
Selanjutnya, Rancangan Peraturan Daerah Tentang penyesuaian Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas Trikora Salakan Menjadi Perseroan Daerah Trikora Salakan.
Plh. Sekda menjelaskan bahwa Penyesuaian bentuk hukum badan usaha milik daerah merupakan bentuk kepatuhan hukum dan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat berdasarkan pelaksanaan otonomi daerah untuk mengoptimalkan potensi, kekayaan daerah dan sumber daya daerah maka badan usaha milik daerah memiliki peran strategis dalam kerangka mendukung dan meningkatkan pendapatan daerah yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Bahwa untuk mengoptimalkan potensi, kekayaan daerah dan sumber daya daerah maka badan usaha milik daerah memiliki peran strategis dalam kerangka mendukung dan meningkatkan pendapatan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.
Bahwa keberadaan PT. trikora salakan yang dibentuk berdasarkan peraturan daerah nomor 6 tahun 2017 tentang pendirian badan milik usaha daerah perseroan terbatas trikora salakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. selain itu bentuk badan hukum PT. trikora salakan tidak sesuai lagi dengan ketentuan pasal 4 ayat (3) peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2017 tentang badan usaha milik daerah yang hanya mengenal 2 (dua) jenis bumd yakni perusahaan umum daerah (perumda) dan perusahaan perseoran daerah (perseroda).
Di samping itu keberadaan Peraturan Daerah ini merupakan pelaksanaan amanat dari ketentuan pasal 402 ayat (2) undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah sebagaimana telah di ubah beberapa kali terakhir dengan undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi undang-undang yang menyatakan bahwa: badan usaha milik daerah yang telah ada sebelum undang-undang ini berlaku wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak undang-undang ini di undangkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, penyesuaian bentuk status hukum perseroda trikora salakan haruslah di tetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan adanya peraturan Daerah ini, di samping untuk memberikan dasar hukum dalam penyesuaian bentuk badan hukum perseroan terbatas trikora salakan menjadi perseroan Daerah Trikora Salakan agar lebih bermanfaat bagi perkembangan perekonomian di Daerah.
“Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan atas kerja sama yang kita bina selama ini, sehingga ke-2 (dua) raperda ini dapat di bahas dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan Tahun 2024,” terang Aryono. (Decky-KOMINFO)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!